SEJARAH KESAKTIAN PANCASILA
1 OKTOBER 1965
Dibuat Oleh :
Gema Thareq Abdat (52416993)
Kelas 2IA02
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Mata Kuliah : Peng.Teknologi Internet
& New Media
Dosen : Ibu Widya Silfianti
Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1
Oktober. Hari Kesaktian Pancasila lahir setelah pemerintah sukses menumpas
Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terkenal dengan istilah Gerakan 30
September (G 30 S). Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang para
jenderal yang menjadi korban keganasan gerakan PKI. Para jenderal yang gugur
dalam gerakan PKI disebut dengan Pahlawan Revolusi. Untuk mengenang mereka,
pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti.
Para putra terbaik bangsa yang meninggal dalam gerakan
G30 S PKI yakni Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono,
Mayjen S. parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire
Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun.Sementara Jenderal A.H.
Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G 30S PKI, meski kakinya kena
tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan beberapa hari kemudian
meninggal dunia.
Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana
komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan
Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan.Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam
08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat
dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam
Negara Republik Indonesia. Juga diumumkan bahwa gerakan tersebut ditujukan
kepada anggota Dewan Jenderal yang akan menggulingkan pemerintah.
Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora.
Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung
dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan
Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.Usaha PKI untuk menculik dan membunuh Men
Pangab Jenderal TNI A.H. Nasution mengalami kegagalan. Namun Ajudan Nasution
Lettu Czi Piere Tendean dan putrinya yang berumur 5 tahun Ade Irma Suryani
Nasution telah gugur menjadi korban keganasan G 30 S/PKI.
Para pemimpin TNI AD dan Ajudan Jenderal TNI Nasution
diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI tersebut, kemudian secara kejam
dibuang dan dikuburkan di dalam satu tempat yakni di sumur tua di Lubang Buaya
daerah Pondok Gede.Setelah adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut,
maka keadaan di seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan
kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada. Demikian
pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak diketahui
bagaimana nasib dan beradanya pula.
Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah
diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan
akhirnya dapat diketahui bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh
secara kejam dan jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede,
yang dikenal dengan nama Lubang Buaya.Dalam situasi mencekam tersebut, Panglima
Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto bertindak
cepat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangdam Jaya Mayjen Umar
Wirahadikusumah karena pimpinan Angkatan Darat lumpuh karena
penculikan-penculikan dan pembunuhan maka untuk sementara pucuk pimpinan
Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto.
Operasi militer dimulai sore hari tanggal 1 Oktober 1965.
Pasukan RPKAD di bawah pimpinan Komandannya Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima
perintah untuk merebut RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi.Hanya dalam waktu 20
menit kedua sarana telekomunikasi telah direbut kembali dari tangan pemberontak
G.30.S/ PKI. Melalui RRI Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan
6 orang perwira tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G.30.S.
Pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan
Batalyon 530/Para Divisi/Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka berdiri di
pihak yang melakukan pemberontakan. Kedua pasukan ini didatangkan ke Jakarta
dalam rangka Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965. 454
Para Jenderal Difitnah dan Dibunuh
Ketika dilangsungkan
upacara pemberangkatan 7 jenazah Pahlawan Revolusi korban kebiadaban aksi
kontra Revolusi G.30.S/PKI ke tempat istirahatnya yang terakhir, Menko Hankam
Kasad Jendral Nasution mengatakan, “Hari ini tanggal 5 Oktober Hari Angkatan
Bersenjata tetapi kali ini dihina oleh fitnahan, penghianatan, penganiayaan,
dan pembunuhan. Kami semua difitnah, dan kamu semua dibunuh. Kalau fitnahan itu
benar kami semua bersedia mengikuti jejakmu”.
Dikatakan
selanjutnya dalam masa 20 tahun penuh, kamu telah memberi dharma bhaktimu untuk
cita-cita yang tinggi. Biarpun dicemarkan difitnah sebagai pengkhianat, tetapi
kami tahu kamu telah berjuang di atas jalan yang benar, kami tidak pernah ragu.
Kami semua akan melanjutkan perjuangan kamu. Demikian pesan Jenderal Nasution
yang diucapkan dalam nada menangis dan penuh haru. Beberapa jendral dan korban
lainnya yang menjadi kebrutalan aksi G30SPKI saat itu yakni :
·
Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono.
·
Letnan Jendral (Letjen) Anumerta Ahmad Yani.
·
Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo.
·
Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan.
·
Mayor Jendral (Mayjen) Raden Soeprapto.
·
Mayjen Siswondo Parman.
·
Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun.
·
Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution).
·
Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Abdul Haris
Nasution).
·
Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30SPKI di
Yogyakarta).
·
Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30SPKI di Yogyakarta).
Simpatisan PKI Ditangkap
Setelah tanggal 1
Oktober, semua anggota, pendukung, maupun simpatisan PKI yang jumlahnya ratusan
ribu dibunuh. Mereka dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan
diinterogasi.Pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa
jumlah orang yang dibantai tidak diketahui. Namun jumlahnya diperkirakan
500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya
satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta
itu.
Pada akhir 1965, sekitar 500.000 anggota dan pendukung
PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.Di pulau Bali, yang sebelum
itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di
permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional
Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini.
Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung
bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam
galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani
tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.Di
daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka
untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan
rasialis “anti Tionghoa” terjadi. Para pekerja dan pegawai pemerintah yang
mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner
ini dipecat.
Soeharto Tetapkan 1 Oktober Sebagai Hari Kesaktian
Pancasila
Hari Kesaktian
Pancasila dilahirkan oleh Jenderal Soeharto. Padahal, Pancasila sendiri
dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan Bung Karno sebagai penggalinya.Seokarno
sendiri tidak pernah menjadikan Pancasila sebagai pusaka yang sakti, sehingga
menjadi sesuatu yang lahir secara wajar dan sesuai dengan keadaan obyektif pada
waktu itu. Tetapi dalam pemerintahan Bung Karno, Pancasila senantiasa diterima
oleh bangsa Indonesia sebagai dasar berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar